gentasuri
 
Suatu malam ada seorang pria tua dan istrinya memasuki sebuah lobi hotel kecil di Philadelphia.

"Semua hotel besar di kota ini telah terisi, bisakah kau memberi kami satu kamar saja?" kata pria tua itu.

Pegawai hotel menjawab "Semua kamar telah penuh karena ada 3 event besar yang bersamaan diadakan di kota ini, tapi saya tidak bisa menyuruh pasangan yang baik seperti Anda untuk berhujan2 di luar sana pada pukul satu dini hari seperti ini, Bersediakah anda berdua tidur di kamar saya?"

Keesokan harinya pada saat membayar tagihan, pria tua itu berkata pada si pegawai hotel :

"Kamulah orang yang seharusnya menjadi bos sebuah hotel terbaik di USA, karena kamu melakukan pekerjaanmu dengan hati yang mau melayani, mungkin suatu hari saya membangunkan sebuah hotel untukmu".

Pegawai hotel itu hanya tersenyum lebar melupakan kata2 pria tua itu, karena dia pikir dirinya hanya seorang pegawai biasa.

Kira2 dua tahun kemudian, ia menerima surat yang berisi tiket ke New York permintaan agar ia menjadi tamu pasangan tua tsb. Setelah berada di New York, pria tua mengajak si  pegawai  hotel itu  ke sudut
jalan antara Fifth Avenue Thirty-Fourth Street, dimana ia menunjuk sebuah bangunan baru yg luar biasa megah dan mengatakan :

"Itulah hotel yang saya bangun untuk kamu kelola".

Pegawai hotel itu adalah George Charles Boldt, yang menerima tawaran William Waldorf Astor, si pria tua itu, menjadi pimpinan dari hotel Waldorf-Astoria, yg menjadi hotel terbaik di dunia.

Ternyata sikap kita dalam bekerja sangat menentukan keberhasilan kita, bila kita bekerja hanya utk mencari uang semata, maka karier/hasil yang kita peroleh biasa2 aja. Namun jika kita bekerja dengan hati yg mau melayani orang lain, dgn motivasi bahwa pekerjaan kita harus jadi berkat buat orang lain, maka kita akan memperoleh hasil yang luar biasa..
 
VIVAnews - Mengacu pada makin tingginya tingkat perceraian yang terjadi, seorang pastor di Florida, Paul Wirth, menciptakan 'The 30-Day Sex Challenge'. Tantangan bercinta selama satu bulan ini dimaksudkan agar pasangan suami istri yang sibuk bisa menyedikan waktu untuk bercinta setiap hari.

Tantangan ini mungkin bisa jadi resolusi paling mudah tahun ini. Pasalnya, berhubungan seks lebih sering dianggap bisa memberikan banyak manfaat buat Anda dan pasangan.

Tidak hanya membuat Anda merasa lebih dekat dengan pasangan Anda, tapi bisa juga mencegah segala macam penyakit. Sebuah penelitian menemukan, menjalani seks lebih sering bisa menghambat pertumbuhan sel-sel kanker dalam tubuh.

Selain itu, pasangan yang lebih sering melakukan adegan 'nakal' di ranjang cenderung akan lebih ramping daripada pasangan yang jarang bercinta. Berdasarkan hasil penelitian, bercinta bisa membakar 50-60 kalori.

Cobalah ajak pasangan untuk membuktikannya. Menjalani aktivitas bercinta setiap hari selama satu bulan ini juga dapat mengusir kebiasaan buruk. Seperti merokok, dan mengonsumsi cokelat. Hasilnya pun memang benar-benar mengejutkan.

Seringkali, memang sulit menyediakan waktu untuk bercinta bersama pasangan. Hal ini karena dipengaruhi oleh rutinitas terlalu padat. Sehingga rasanya Anda atau pasangan tak punya waktu berduaan, meski hanya 30 menit sehari. Maka itu, ketika Anda sedang menyortir beberapa agenda rutin Anda, coba selipkan satu gagasan penting menyediakan waktu setiap hari selama 30 hari untuk merasakan efek dari tantangan ini.

Bagaimana dengan Anda? Apa Anda dan pasangan tertarik mempraktekkan tantangan ini?
 
JAKARTA, KOMPAS.com — "Saya mahasiswa 22 tahun, ingin menanyakan beberapa hal tentang aktivitas seksual yang sehat. Teman satu kos saya sering kali melakukan masturbasi, hampir setiap hari.

Saya benar-benar tidak mengerti apakah tindakannya ini sehat atau tidak. Menurut dia, malahan menambah semangat dan menghilangkan stres dan tidak memiliki efek samping. Apakah benar demikian?

Apakah melakukan masturbasi setiap hari dapat mengganggu alat kelamin di kemudian hari dan menyebabkan ejakulasi dini, seperti rumor yang ada di masyarakat?

Jika di kemudian hari menikah, apakah tidak berpengaruh terhadap kehidupan seksual? Apakah mungkin ada frekuensinya dalam sehari, misalnya 2 kali sehari atau seminggu sekali atau sebulan sekali?

Menurut teman saya yang lainnya, masturbasi dapat menyebabkan sakit tulang belakang, sakit pada tempurung kaki, dan di daerah sekitar tempurung kaki terlihat seperti peyot atau kulit tempurung masuk ke dalam tulang, seperti orang kurang gizi, padahal keadaannya sehat. Benarkah?

Apakah masturbasi dapat mengurangi kemampuan otak dalam berpikir dan terkesan lebih lambat?"

E, Jakarta

Aktivitas wajar
Mitos tentang masturbasi memang masih banyak beredar luas di masyarakat, sama seperti mitos tentang seks yang lainnya. Beberapa mitos dapat menimbulkan akibat buruk bagi sebagian orang karena memengaruhi perilakunya. Tidak sedikit korban yang mengalami akibat serius hanya karena informasi yang salah berdasarkan mitos tentang seks.

Masturbasi merupakan aktivitas seksual yang umum dilakukan, bahkan sudah dilakukan pada masa anak-anak. Dalam perkembangan psikoseksual anak, salah satu fasenya adalah fase genital.

Pada fase ini, anak mulai menyadari bahwa kelaminnya merupakan bagian yang menyenangkan. Karena itu, anak, baik laki-laki maupun perempuan, senang memegang kelaminnya. Bahkan, sebagian anak dapat mencapai orgasme pada saat itu.

Perhatian terhadap kelamin semakin besar ketika manusia memasuki masa remaja. Karena itu, pada masa ini masturbasi kemudian merupakan aktivitas seksual yang umum dilakukan.

Sebagian orang yang telah menikah pun masih melakukan masturbasi karena alasan dan untuk tujuan tertentu. Lebih jauh, masturbasi bagi sebagian orang justru diperlukan sebagai bagian dari cara mengatasi gangguan fungsi seksual.

Sebagai contoh, wanita yang mengalami hambatan orgasme oleh penyebab tertentu memerlukan latihan masturbasi sebagai bagian cara mengatasinya. Namun, bagi pria, masturbasi yang dilakukan tergesa-gesa agar cepat mencapai orgasme dan ejakulasi dikhawatirkan dapat menjadi kebiasaan sehingga mengakibatkan ejakulasi dini. Kekhawatiran ini tampaknya cukup beralasan.   

Informasi abad ke-18
Tidak ada akibat buruk apa pun karena melakukan masturbasi, termasuk informasi yang Anda dengar dari teman itu. Pada abad ke-18 memang pernah beredar buku yang menyatakan bahwa masturbasi dapat menimbulkan berbagai akibat buruk secara fisik, tetapi kemudian terbukti anggapan itu tidak benar karena hanya berdasarkan mitos belaka.  

Sayangnya, sampai sekarang masih ada orang yang memberikan informasi berdasarkan mitos, seperti yang Anda dengar itu. Bahkan, tidak sedikit orang yang dianggap mengerti, acap kali terpengaruh oleh mitos tentang seks. @

Konsultasi Dijawab Prof Dr dr Wimpie Pangkahila Sp.And

 
Picture
JAKARTA, KOMPAS.com - Alasan utama yang mendasari sebuah perkawinan adalah untuk memiliki teman hidup yang dicintai dan mendapatkan kepuasan psikologis dari hubungan tersebut. Kenyataannya, perkembangan perkawinan dapat menuju ke berbagai arah, sehingga ada berbagai tipe hubungan dalam perkawinan.

Untuk apa menikah? Setiap orang dapat memiliki jawaban berbeda-beda atas pertanyaan tersebut. Mungkin alasannya ekonomi, yakni untuk menjamin kelangsungan hidup secara materi. Itu sebabnya kita menemukan perkawinan yang pertimbangan utamanya adalah kekayaan calon pasangan.

Alasan-alasan lain yang dapat kita temukan antara lain demi mendapatkan keturunan, demi status sosial, demi cinta, dan sebagainya. Namun, alasan yang paling umum mendasari keputusan seseorang untuk menikah adalah untuk memiliki teman hidup yang dicintai dan mendapatkan kepuasan psikologis dari hubungan tersebut.  

Meskipun di samping alasan tersebut mungkin juga ada pertimbangan ekonomi atau status sosial, pemenuhan kebutuhan psikologis akan adanya pasangan hidup (companionship) biasanya menjadi tujuan utama. Dengan tujuan utama seperti ini, seseorang akan merasa hidupnya bahagia bila menemukan kepuasan dalam relasi perkawinan.

Sayang sekali tujuan untuk memiliki relasi perkawinan yang hangat, terbuka, saling menghargai, kehidupan seks yang harmonis, komitmen jangka panjang, itu semua lebih mudah diimpikan, tetapi tidak mudah untuk diwujudkan.

Tidak semua pasangan yang memiliki tujuan atau nilai-nilai tersebut dapat meraihnya dengan cara yang sama dan dalam tingkat pencapaian yang sama pula. Alhasil, terdapat bermacam-macam tipe hubungan dalam perkawinan.

Tipologi Relasi
William Lederrer & Don Jackson (dalam Atwater, 1983) mengklasifikasi perkawinan ke dalam dua dimensi: puas/tidak puas dan stabil/labil. Menurut mereka, pada umumnya perkawinan termasuk dalam kategori puas dan labil, yakni terdapat komitmen yang kuat terhadap perkawinan, tetapi kadang-kadang mengalami stres, ketidaksepakatan, dan pertengkaran.  

Di sisi lain, perkawinan yang berakhir dengan perceraian atau dihiasi permasalahan berat, biasanya memiliki relasi yang tak memuaskan dan tidak stabil, ditandai dengan adanya konflik berkelanjutan dan saling menyakiti.

Tipologi relasi perkawinan yang lebih populer adalah dari studi yang dihasilkan oleh Cuber & Harroff. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 100 pasangan yang telah menikah lebih dari sepuluh tahun dan tidak terancam perceraian serius, mereka lantas menglasifikasi pasangan yang diteliti.

Menurut Cuber & Harroff, secara keseluruhan terdapat enam klasifikasi atau tipe hubungan dalam perkawinan.

1.    Conflict-habituated
Tipe hubungan conflict-habituated adalah tipe pasangan yang jatuh dalam kebiasaan mengomel dan bertengkar. Kebiasaan ini menjadi semacam jalan hidup bagi mereka, sehingga secara konstan selalu menemukan ketidaksepakatan. Jadi, stimulasi perbedaan individu dan konflik justru mendukung kebersamaan pasangan tersebut. Kadang didukung oleh kehidupan seks yang memuaskan.

2.    Devitalized
Tipe hubungan devitalized merupakan karakteristik pasangan yang sekali waktu dapat mengembangkan rasa cinta, menikmati seks, dan satu sama lain saling menghargai. Namun, mereka cenderung mengalami kekosongan perkawinan dan tetap bersama-sama, terutama demi anak dan posisi mereka dalam komunitas. 

Cukup menarik, karena pasangan dengan tipe ini tak merasa bahwa dirinya tidak bahagia. Mereka berpikir bahwa keadaan yang dialami merupakan hal biasa setelah tahun-tahun penuh gairah dilampaui. Sayang sekali bahwa tampaknya ini merupakan tipe yang paling umum dalam perkawinan.

3.    Passive-congenial
Pasangan dengan tipe passive-congenial sama dengan pasangan tipe devitalized, tetapi kekosongan perkawinan itu telah berlangsung sejak awal. Perkawinan seperti ini seringkali disebabkan perkawinan lebih didasari kalkulasi ekonomi atau status sosial, bukan karena hubungan emosional.

Seperti pasangan tipe devitalized, hanya sedikit keterlibatan emosi, tidak terlalu menghasilkan konflik, tetapi juga kurang puas dalam perkawinan. Nyatanya, pasangan-pasangan ini lebih banyak saling menghindar, bukannya saling peduli.

4.    Utilitarian
Berbeda dengan tipe-tipe yang lain, tipe utilitarian ini lebih menekankan pada peran daripada hubungan. Terdapat perbedaan sangat kontras, terutama bila dibandingkan dengan dua tipe terakhir (vital dan total) yang bersifat intrinsik, yaitu yang mengutamakan relasi perkawinan itu sendiri.

5.    Vital
Tipe vital ini merupakan salah satu dari tipe hubungan perkawinan dengan ciri pasangan-pasangan terikat satu sama lain, terutama oleh relasi pribadi antara yang satu dengan yang lain. Di dalam relasi tersebut, satu sama lain saling peduli untuk memuaskan kebutuhan psikologis pihak lain, dan saling berbagi dalam melakukan berbagai aktivitas.  

Pada tipe ini masing-masing pribadi memiliki identitas pribadi yang kuat. Di dalam komunikasi mereka terdapat kejujuran dan keterbukaan. Bila terdapat konflik biasanya karena hal-hal yang sangat penting dan dapat diatasi dengan cepat. Ini merupakan tipe perkawinan yang paling memuaskan. Sayang sekali tipe ini paling sedikit kemungkinannya.

6.    Total
Tipe ini memiliki banyak kesamaan dengan tipe vital. Bedanya, pasangan-pasangan ini menjadi “satu daging” (one flesh). Mereka selalu dalam kebersamaan secara total, sehingga meminimalisasi adanya pengalaman pribadi dan konflik. Tidak seperti pada tipe devitalized, kesepakatan biasanya dilakukan demi hubungan itu sendiri. Tipe perkawinan seperti ini sangat jarang.

Mengupayakan Kebahagiaan
Tidak terlalu berguna bila kita menerapkan tipologi hubungan perkawinan ini untuk orang lain. Manfaat utama yang dapat kita petik adalah dengan menengok pada perkawinan kita masing-masing.

Dengan mencoba mencari kesesuaian hubungan perkawinan kita dengan salah satu dari enam tipe yang telah diuraikan di atas, kita dapat bercermin seperti apakah perkembangan relasi perkawinan kita.  

Apakah kita memiliki ciri-ciri hubungan dengan tipe vital? Bila ya, berbahagialah kita karena menemukan kepuasan dalam perkawinan. Bila kenyataannya lain, berarti sudah saatnya mengupayakan kebahagiaan perkawinan yang telah dibina.

Apakah yang perlu diusahakan? Tidak lain dengan melakukan penyesuaian diri dalam beberapa hal: penyesuaian peran, dalam komunikasi dan konflik, dalam kehidupan seks, dan dalam menghadapi perubahan-perubahan (Atwater, 1983).

 Penyesuaian dalam peran
Untuk mencapai kepuasan dalam perkawinan, kedua belah pihak harus terus-menerus kembali menyesuaikan diri (readjusting) dalam memahami apa yang dapat diharapkan satu sama lain secara rasional dari peran masing-masing. Hal yang paling penting adalah memperbesar fleksibilitas dalam meletakkan harapan peran terhadap pasangan masing-masing.

Harapan yang terlalu kaku dan tidak realistis (misalnya mengharapkan istri harus pandai memasak atau suami harus mencukupi semua kebutuhan finansial) tentu akan menimbulkan kekecewaan. Sharing atau berbagi peran perlu dilakukan, misalnya istri ikut ambil bagian untuk mencari nafkah. Di sisi lain, suami juga ambil bagian dalam pengasuhan anak dan urusan domestik lainnya.

 Dalam komunikasi dan konflik
Perkawinan yang bahagia selalu ditunjang oleh komunikasi yang efektif: membicarakan berbagai persoalan, memahami apa yang didengar dengan baik, sensitif terhadap perasaan pihak lain, dan menggunakan ekspresi nonverbal di samping komunikasi verbal, tidak menyalahartikan pesan emosi pasangan. Pasangan tidak bahagia biasanya karena cenderung mendistorsi (menyalahartikan) pesan-pesan verbal maupun nonverbal secara negatif.

Konflik dalam perkawinan dapat berkembang karena kesalahan komunikasi, ketidakserasian hubungan seks, masalah keuangan, anak, dan sebagainya. Untuk mengatasi konflik-konflik tersebut, yang penting adalah bagaimana mengelolanya.
Yang terbaik adalah menghadapi konflik, bukan menghindarinya. Perlu diyakini bawa perbedaan dan konflik adalah hal yang biasa terjadi dalam perkawinan. Dengan itu kita dapat belajar bagaimana mengatasi melalui cara yang disepakati, sehingga dua belah pihak dapat tumbuh semakin matang.

Dalam relasi seksual
Baik pria maupun wanita memiliki kebutuhan seksual yang berbeda-beda, dan kepuasan yang diharapkan juga berbeda-beda. Karena itu, yang diperlukan adalah keterbukaan satu sama lain untuk menemukan keserasian.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah membangun kedekatan dan rasa aman dengan pasangan. Kebanyakan pasangan mengalami kenikmatan intercourse karena kedekatan dan rasa aman tersebut.

 Dalam menghadapi perubahan
Dengan berjalannya waktu, dengan kehadiran anak, dan lain-lain, pada umumnya pasangan-pasangan mengalami penurunan gairah. Mereka mengalami devitalized: persoalan berkurang, tetapi juga semakin kurang mengekspresikan cinta.

Namun, terdapat pengecualian: mereka yang tetap saling terbuka dan menjaga kebersamaan justru semakin menunjukkan rasa cinta bila dibanding dengan masa-masa awal perkawinan. @

M.M Nilam Widyarini M.Si
Kandidat Doktor Psikologi


 
Picture
JAKARTA, KOMPAS.com - Entah dengan alasan apa, ia menginginkan anak pertama laki-laki. Bagaimana caranya? Adakah teknik khusus, termasuk dalam hubungan intim, agar diperoleh anak laki-laki?

“Saya seorang pemuda berumur 26 tahun, TB/BB: 165 cm/69kg, berencana 2 tahun lagi menikah. Pertanyaan saya:
* Bagaimana caranya agar saya mendapatkan kemungkinan lebih besar anak laki-laki?
* Apa pengaturan waktu berhubungan dengan calon istri (maksudnya di pagi hari atau sore hari) itu menentukan jenis kelamin nantinya?
* Apakah siklus menstruasi calon istri saya menentukan untuk mendapatkan anak yang lebih dominan laki atau perempuan?
* Bagaimana cara menghitung untuk mendapatkan anak laki?”

R., Jakarta

Akibat Budaya
Bagi banyak orang di negara kita, keinginan mempunyai anak laki-laki masih sangat kuat. Tentu saja ini berkaitan erat dengan kondisi sosial budaya dan tradisi masyarakat yang masih bias gender, dengan menempatkan pria lebih daripada wanita dalam segala hal.

Di beberapa negara sedang berkembang lain dan juga negara terbelakang, keinginan seperti ini juga sangat kuat. Sebaliknya, di negara maju, keinginan mempunyai anak dengan jenis kelamin tertentu, khususnya laki-laki, tidak ada lagi. Bagi mereka, laki-laki dan wanita benar sama saja, bukan hanya slogan.

Mungkin karena keinginan mempunyai anak dengan jenis kelamin tertentu bukan hal penting bagi mereka di negara maju, tidak tampak perkembangan untuk mendapatkan cara baru dalam hal ini.

Pemisahan Spermatozoa
Sampai saat ini cara yang ada masih adalah cara yang sudah cukup lama didapat, yaitu memisahkan spermatozoa melalui suatu media khusus. Dengan pemisahan ini, didapatkan spermatozoa yang mengandung kromosom X atau Y, tergantung media apa yang digunakan.

Hasil pemisahan kemudian diinseminasikan ke dalam rahim untuk menghasilkan kehamilan dengan jenis kelamin tertentu. Walaupun hasilnya tidak dijamin seratus persen, cara ini memberikan harapan bagi mereka yang ingin merencanakan kehamilan dengan jenis kelamin tertentu.

Kalau Anda menginginkan anak dengan jenis kelamin laki-laki, cara yang cukup canggih di atas dapat dilakukan. Namun, kalau enggan menggunakan cara yang canggih itu, boleh gunakan cara yang sederhana. Tentu saja dengan tingkat kegagalan yang lebih tinggi dibandingkan cara yang lebih canggih.

Saat Subur
Cara sederhana tersebut berdasarkan perbedaan biologis antara sel spermatozoa yang mengandung kromosom X dengan yang mengandung kromosom Y. Perbedaan antara kedua sel spermatozoa sebagai berikut.

Pertama, ukuran sel spermatozoa X lebih besar, sehingga geraknya lebih lambat, sedang spermatozoa Y bergerak lebih cepat karena ukurannya lebih kecil. Kedua, sel spermatozoa X lebih tahan terhadap zat yang bersifat asam, sedang spermatozoa Y lebih tahan terhadap zat yang bersifat basa.

Berdasarkan perbedaan biologis inilah kemudian dilakukan upaya sederhana untuk memisahkan kedua jenis spermatozoa dalam perencanaan jenis kelamin bayi.

Pertama, dengan mengatur waktu melakukan hubungan seksual. Hubungan seksual yang dilakukan tepat pada saat subur memungkinkan spermatozoa Y mencapai sel telur lebih dulu, sehingga diharapkan menghasilkan bayi laki-laki. Kalau dilakukan sekitar dua hari sebelum atau sesudah saat subur, diharapkan menghasilkan bayi perempuan.

Kedua, dengan memanfaatkan zat yang bersifat asam atau basa. Bila menginginkan bayi laki-laki, lakukan bilasan pada vagina dengan bahan yang bersifat basa sebelum melakukan hubungan seksual. Sebaliknya, bila menginginkan bayi perempuan, lakukan bilasan dengan zat yang bersifat asam sebelum melakukan hubungan seksual.

Ketiga, dengan mengatur teknik melakukan hubungan seksual sehingga orgasme dapat diatur. Kalau menginginkan bayi laki-laki, pihak istri harus mencapai orgasme lebih dulu agar suasana di dalam vagina menjadi basa. Sebaliknya, bila menginginkan bayi perempuan, istri hendaknya mencapai orgasme kemudian agar suasana di dalam vagina tetap asam.

Tentu saja cara sederhana ini tidak dijamin memberikan hasil yang pasti. Bahkan, kegagalannya cukup tinggi karena bagi banyak orang tidak selalu mudah menentukan kapan saat subur yang tepat, dan bagaimana mengatur agar mencapai orgasme lebih dulu atau kemudian. @

Konsultasi dijawab Prof. DR. dr. Wimpie Pangkahila Sp.And


 
*Golongan Darah: A, B, O, AB* 
Di Jepang, ramalan ttg seseorang lebih ditentukan oleh golongan darah  daripada zodiak atau shio. Kenapa? Katanya, golongan darah itu  ditentukan oleh protein-protein tertentu yang membangun semua sel di tubuh kita dan oleh karenanya juga menentukan psikologi kita. Benar apa tidak?
 
* SIFAT SECARA UMUM "A" * 
 terorganisir, konsisten, jiwa kerja-sama tinggi, tapi selalu cemas 
(krn perfeksionis) yg kadang bikin org mudah sebel, kecenderungan 
politik: 'destra'

      
"  B "
 nyantai, easy going, bebas, dan paling menikmati hidup, kecenderungan politik: 'sinistra'

    
  "  O "
berjiwa besar, supel, gak mau ngalah, alergi pada yg detil, 
kecenderungan politik: 'centro'


     "  AB "
 unik, nyleneh, banyak akal, berkepribadian ganda, kecenderungan politik


* BERDASARKAN URUTAN*


*Yg paling gampang ngaret soal waktu *
   1.   B (krn nyantai terus)
   2.  O  (krn flamboyan)
   3.  AB (krn gampang ganti program)
   4.  A (krn gagal dalam disiplin)

*Yg paling susah mentolerir kesalahan org :*


   1.  A (krn perfeksionis dan narsismenya terlalu besar)
   2.  B (krn easy going tapi juga easy judging)
   3.  AB (krn asal beda)
   4.  O  (easy judging tapi juga easy pardoning)

 *Yg paling bisa dipercaya :*    
  
   1.  A (krn konsisten dan taat hukum)
   2.  O (demi menjaga balance)
   3.  B (demi menjaga kenikmatan hidup)
   4.  AB (mudah ganti frame of reference)

 *Yg paling disukai utk jadi teman :*  
  
   1.  O (orangnya sportif)
   2.  A (selalu on time dan persis)
   3.  AB (kreatif)
   4.  B (tergantung mood)

*Kebalikannya, teman yg paling disebelin/tidak disukai:*
 
   1.  B (egois, easy come easy go, maunya sendiri)
   2.  AB (double standard)
   3.  A (terlalu taat dan scrupulous)
   4.  O (sulit mengalah)

* MENYANGKUT OTAK DAN KEMAMPUAN*
*Yg paling mudah kesasar/tersesat*  
  
   1.  B
   2.  A
   3. O
   4. AB

*Yg paling banyak meraih medali di olimpiade olah raga:*  

   1.  O (jago olah raga)
   2.  A (persis dan matematis)
   3.  B (tak terpengaruh pressure dari sekitar. Hampir seluruh atlet    judo, renang dan gulat jepang bergoldar B)
   4.  AB (alergi pada setiap jenis olah raga)

*Yg paling banyak jadi direktur dan pemimpin *  

   1.  O (krn berjiwa leadership dan problem-solver)
   2.  A (krn berpribadi 'minute' dan teliti)
   3.  B (krn sensitif dan mudah ambil keputusan)
   4.  AB (krn kreatif dan suka ambil resiko)

*Yg jadi PM jepang rata2 bergolongan darah *  
    
    1.  O (berjiwa pemimpin)
         Mahasiswa Tokyo Univ pada umumnya* bergol darah : B

*Yg paling gampang nabung :*  

   1.  A (suka menghitung bunga bank)
   2.  O (suka melihat prospek)
   3.  AB (menabung krn punya proyek)
   4.  B (baru menabung kalau punya uang banyak)

 *Yg paling kuat ingatannya*   
   
    1.  O
    2.  AB
    3.  A
    4.  B

*Yg paling cocok jadi MC :*    

     1.  A (kaya planner berjalan)

* MENYANGKUT KESEHATAN*

*Yg paling panjang umur :*   

    1.  O (gak gampang stress, antibodynya paling joss!)
    2.  A (hidup teratur)
    3.  B (mudah cari kompensasi stress)
    4.  AB (amburadul)

 *Yg paling gampang gendut*   

    1.  O (nafsu makan besar, makannya cepet lagi)
    2.  B (makannya lama, nambah terus, dan lagi suka makanan enak)
    3.  A (hanya makan apa yg ada di piring, terpengaruh program diet)
    4.  AB (Makan tergantung mood, mudah kena anoressia)

*Paling gampang digigit nyamuk :*
   
     1.  O (darahnya manis)

*Yg paling gampang flu/demam/batuk/ pilek*   

    1.  A (lemah terhadap virus dan pernyakit menular)
    2.  AB (lemah thd hygiene)
    3.  O (makan apa saja enak atau nggak enak)
    4.  B (makan, tidur nggak teratur)

*Apa yg dibuat pada acara makan2 di sebuah pesta :*   
 
    1.  O (banyak ngambil protein hewani, pokoknya daging2an)
    2.  A (ngambil yg berimbang. 4 sehat 5 sempurna)
    3.   B (suka ambil makanan yg banyak kandungan airnya spt soup,   soto bakso  dsb)
    4.   AB (hobby mencicipi semua masakan, 'aji mumpung')

*Yg paling cepat botak :*    

     1.  O
     2.  B
     3.  A
     4.  AB

*Yg tidurnya paling nyenyak dan susah dibangunin :*     
 
      1.  B (tetap mendengkur meski ada Tsunami)
      2.  AB (jika lagi mood, sleeping is everything)
      3.   A (tidur harus 8 jam sehari, sesuai hukum)
      4.  O (baru tidur kalau benar2 capek dan membutuhkan)
 
*Yg paling cepet tertidur*      

       1.  B (paling mudah ngantuk, bahkan sambil berdiripun bisa tertidur)
       2.  O (Kalau lagi capek dan gak ada kerjaan mudah ken ngantuk)
       3.  AB (tergantung kehendak)
       4.  A (tergantung aturan dan orario)

*Penyakit yg mudah menyerang :*       

        1.  A (stress, majenun/linglung)
        2.   B (lemah terhadap virus influenza, paru-paru)
        3.   O (gangguan pencernaan dan mudah kena sakit perut)
        4.   AB (kanker dan serangan jantung, mudah kaget)

*Apa yg perlu dianjurkan agar tetap sehat :*
        1.  A (Krn terlalu perfeksionis maka nyantailah sekali-kali, gak usah terlalu tegang dan serius)
        2.  B (Krn terlalu susah berkonsentrasi, sekali-kali perlu serius sedikit, 
              meditasi, main catur)
        3.  O (Krn daya konsentrasi tinggi, maka perlu juga mengobrol santai, jalan-jalan)
      
        4.  AB (Krn gampang capek, maka perlu cari kegiatan yg menyenangkan dan  bikin lega).

* Yg paling sering kecelakaan lalu lintas (berdasarkan data kepolisian)*        
         1.  A
         2.  B
         3.  O
         4. AB

 

---------------------- Forwarded by Ketty Kadarwati/SWIFTIndonesia/Projects/DAI on 04/30/2004 08:46 AM ---------------------------

Ranking Sekolah Bukan Modal Utama

Jakarta, 13 April, 2004 08:04:07

"Anggapan bahwa keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh kemampuannya membaca dan berhitung pada usia dini, tidak benar." Demikian penegasan Ratna Megawangi, Ph.D., direktur eksekutif Institut Pengembangan Pendidikan Holistik Indonesia Heritage Foundation. Ratna sekarang tengah aktif menyebar luaskan model pendidikan anak berkarakter, yang dinamai Semai Benih Bangsa (SBB) untuk penduduk miskin, dan mengelola sekolah percontohan untuk pendidikan karakter usia dini, yakni TK Karakter di Cimanggis, Bogor.

Menurutnya, justru kematangan emosi yang terbentuk pada usia prasekolah dan bukan kemampuan membaca dan berhitung yang menentukan kesuksesan anak.
Contohnya, ketertarikan anak terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya, mempunyai rasa percaya diri, mengetahui cara dan kapan anak meminta bantuan
dari guru atau orang-orang dewasa lainnya, kesabaran menunggu, mematuhi instruksi, dan mampu bekerja sama dalam kelompok.

Landasan pada usia prasekolah.
Menurut Ratna, karakter berasal dari bahasa Yunani charassein, artinya mengukir hingga terbentuk sebuah pola. Jadi, untuk mendidik anak agar memiliki karakter diperlukan  proses  'mengukir',  yakni   pengasuhan  dan
pendidikan yang tepat. Kapan mulainya? "Sejak anak dilahirkan. Pendidikan moral hingga anak berusia 2 tahun dapat dilakukan hanya dengan memberikan kasih sayang sebesar-sebesarnya kepada anak," tandas Ratna. Memasuki usia 2 tahun, anak sudah dapat diajari nilai-nilai moral, bahkan mereka sudah memiliki perasaan empati terhadap kesulitan atau penderitaan orang lain.

Agama mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki fitrah alami untuk mencintai kebaikan. Namun fitrah hanyalah berupa potensi, belum menjadi perilaku. Untuk mewujudkannya, anak perlu dididik dan diperkenalkan
pada aspek perilaku kebaikan. Anak-anak usia prasekolah harus sudah bisa membedakan beberapa jenis emosi yang dirasakannya, sehingga mereka tidak bingung. Ketika masuk sekolah, mereka harus sudah memiliki bekal kesadaran emosi. Ratna mencontohkan, misalnya rasa bersalah, rasa malu, perasaan disakiti, bangga, dan sebagainya.

Untuk itu, Indonesia Heritage Foundation merumuskan nilai-nilai yang patut diajarkan kepada anak untuk menjadikannya pribadi berkarakter. Ratna menamakannya "9 Pilar Karakter", yakni:

(1) cinta Tuhan dan kebenaran,
(2) bertanggung jawab, berdisiplin dan mandiri,
(3) mempunyai amanah,
(4) bersikap hormat dan santun,
(5) mempunyai rasa kasih sayang, kepedulian, dan mampu kerja sama,
(6) percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah,
(7) mempunyai rasa keadilan dan sikap kepemimpinan,
(8) baik dan rendah hati,
(9) mempunyai toleransi dan cinta damai.
 
Penting: otak kanan = kecerdasan emosi

Lain dengan dulu, kini arah pendidikan tidak lagi mementingkan kecerdasan otak kiri (IQ), yang lazim disebut headstart. Namun seperti diungkapkan Ratna, kini yang lebih dipentingkan adalah kecerdasan emosi yang lebih banyak menggunakan otak kanan, yang disebut heartstart. Pada metode headstart, anak ditekankan "harus bisa" sehingga ada kecenderungan anak dipaksa belajar terlalu dini. Hal ini membuat anak stres, karena ada ketidaksesuaian dengan dunia bermain dan bereksplorasi yang saat itu sedang dialaminya. Sebaliknya, pola heartstart menekankan pentingnya anak mendapatkan pendidikan karakter (social-emotional learning), belajar dengan cara yang menyenangkan (joyful learning), dan terlibat aktif sebagai subyek, bukan menjadi obyek (active learning).

Dari data US Department Health and Human Services tahun 2000 terungkap bahwa faktor risiko penyebab kegagalan anak di sekolah, termasuk putus sekolah, adalah rendahnya rasa percaya diri dan keingintahuan,
ketidakmampuan mengontrol diri, rendahnya motivasi, kegagalan bersosialisasi, ketidakmampuan bekerja sama, dan rendahnya rasa empati anak. Yang mencengangkan, karena bertolak belakang dengan keyakinan kita selama ini, sukses seseorang di kemudian hari ternyata justru lebih banyak (80%) ditentukan oleh kecerdasan emosi, sedangkan sisanya (20%) oleh kecerdasan kognitif (IQ). Dari ke-13 faktor penunjang keberhasilan, 10 di antaranya adalah kualitas karakter seseorang dan hanya 3 yang berkaitan dengan faktor kecerdasan (IQ).

Ke-13 faktor tersebut adalah:
(1) jujur dan dapat diandalkan,
(2) bisa dipercaya dan tepat waktu,
(3) bisa menyesuaikan diri dengan orang lain,
(4) bisa bekerja sama dengan atasan,
(5) bisa menerima dan menjalankan kewajiban,
(6) mempunyai motivasi kuat untuk terus belajar& meningkatkan kualitas diri,
(7) berpikir bahwa dirinya berharga,
(8) bisa berkomunikasi dan mendengarkan secara efektif,
(9) bisa bekerja mandiri dengan kontrol terbatas,
(10) dapat menyelesaikan masalah pribadi dan profesinya.

Tiga yang terakhir yang berkaitan dengan IQ, adalah
(11) mempunyai kemampuan dasar (kecerdasan),
(12) bisa membaca dengan pemahaman memadai,
(13) mengerti dasar-dasar matematika (berhitung).

Jadi, sebagian besar kunci sukses menurut hasil penelitian mutakhir sesungguhnya lebih banyak ditentukan oleh pemberdayaan otak kanan (kecerdasan emosi) daripada otak kiri (kecerdasan intelektual). Namun ternyata kurikulum di sekolah justru sebaliknya! Hal ini menurut Ratna menjadi sumber kerawanan bagi siswa: melakukan tawuran, terjerumus pada narkoba dan lain-lain, karena anak merasa terlalu terbebani dan stres.
 
Apa yang bisa dilakukan orangtua?

Fase usia 0-3 tahun - Peran orangtua begitu besar, karena landasan moral dibentuk pada umur ini. Cinta dan kasih sayang dari orangtua sangat dibutuhkan anak sepanjang fase ini. Memasuki usia 2-3 tahun, anak sudah dapat diperkenalkan pada sopan santun serta perbuatan baik-buruk. Biasanya anak pada usia ini mencoba-coba melanggar aturan dan agak sulit diatur, sehingga memerlukan kesabaran orangtua.

Fase 0 (usia 4 tahun) - Anak mengalami fase egosentris. la senang melanggar aturan, memamerkan diri dan memaksakan keinginannya. Namun anak mudah didorong untuk berbuat baik, karena ia mengharapkan hadiah (pujian) dan menghindari hukuman. la sudah memiliki kemampuan berempati. Contoh pendidikan karakter: memberikan pujian agar anak berperilaku baik dan memberikan arahan yang jelas ("anak yang baik, tidak akan memukul temannya."), memberikan aturan atau sanksi yang jelas ("anak yang berteriak tidak sopan, tidak akan mendapat kesempatan menggambar di papan tulis.").

Fase 1 (umur 4,5-6 tahun) - Anak-anak lebih penurut dan bisa diajak kerja sama, agar terhindar dari hukuman orangtua. Anak sudah dapat menerima pandangan orang lain, terutama orang dewasa; bisa menghormati otoritas
orangtua/ guru; menganggap orang dewasa maha tahu; senang mengadukan teman-temannya yang nakal. Namun jika pada fase ini perilakunya masih seperti fase 0 berarti perkembangan karakternya tidak optimal.

Anak-anak pada fase ini sangat mempercayai orangtua/ guru, sehingga penekanan pentingnya perilaku baik dan sopan akan sangat efektif. Namun pendidikan karakter pada fase ini harus memberi peluang pada anak untuk memahami alasan-alasannya. Orangtua tidak cukup hanya mengatakan, misalnya, "mencuri itu tidak baik." Namun juga perlu memberikan perspektif "bagaimana kalau kawanmu mencuri mainan kesukaanmu?".

Fase 2 (usia 6,5-8 tahun) - Anak merasa memiliki hak sebagaimana orang dewasa; tidak lagi berpikir bahwa orang dewasa bisa memerintah anak-anak; mempunyai potensi bertindak kasar akibat menurunnya otoritas orangtua/guru dalam pikiran mereka; mempunyai konsep keadilan yang kaku, yaitu balas-membalas ("kalau si A berbuat baik pada saya, saya akan baik pada dia"); memahami perlunya berperilaku baik agar disenangi orang lain; sering membanding-bandingkan dan minta perlakuan adil. Bagaimana mengajarkan pendidikan karakter pada anak usia ini? Berikan pengertian betapa
pentingnya "cinta" dalam melakukan sesuatu, tidak semata-mata karena prinsip timbal balik.

Tekankan nilai-nilai agama yang menjunjung tinggi cinta dan pengorbanan. Ajak anak kita merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Bantu anak kita berbuat sesuai dengan harapan-harapan kita, tidak semata karena ingin dapat pujian atau menghindari hukuman. Ciptakan hubungan yang mesra, agar anak peduli terhadap keinginan dan harapan-harapan kita. Ingatkan
pentingnya rasa sayang antar anggota keluarga dan perluas rasa sayang
ini ke luar keluarga, yakni terhadap sesama. Berikan contoh perilaku dalam
hal menolong dan peduli pada orang lain.

--------- End Forwarded Message ---------
 
Picture
“Bid…ayo mandi! Disuruh mandi saja kok malas amat!” bentak ibu Abid (7) seraya menyeret paksa anaknya yang sedang asyik bermain. “Fatma…jangan dekati kompor itu! Bahaya, tahu!” Bentak ayah Fatma yang memergoki putrinya (2) sedang mengutak-atik kompor minyak. Ketika bocah kecil itu menangis mendengar bentakan ayahnya, sang ayah malah kembali membentak, “Heh…diam!” Si kecil pun semakin ketakutan. Membentak anak, sepertinya sudah menjadi kebiasaan sebagian orang tua. Saat melihat anak melakukan kesalahan, atau ketidakpatuhan, orang tua memang sering dibuat jengkel. Secara refleks, karena emosi, orang tua sering bermaksud ‘menasihati’, tapi diucapkan dengan nada tinggi. Kebiasaan ini juga lebih sering dilakukan oleh orang tua yang temperamental. Pertanyaannya, efektifkah menasihati anak dengan bentakan? Tentu tidak, sebab kalau anak terlalu sering dibentak, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang minder, tertutup, bahkan pemberontak. Ia pun bisa menjadi temperamental dan meniru kebiasaan orang tuanya, suka membentak. Dalam Nikah edisi Juni 2006 sudah dibahas cara menasihati anak secara efektif (Menegur Perilaku, Menghargai Pelaku). Pada edisi kali ini, akan dipaparkan beberapa akibat bila anak terlalu sering menerima bentakan. Selain itu, akan dibahas pula bagaimana kiat menumbuhkan kepatuhan.

Picture
SALAH KAPRAH ORANG TUA

Seringkali orang tua baru bertindak ketika kesalahan telah dilakukan oleh anak. Bukan mencegah, mengarahkan, dan membimbing sebelum kesalahan terjadi. Seharusnya orang tua mempertimbangkan tingkat perkembangan kejiwaan anak, sebelum membuat aturan. Jangan menyamakan anak dengan orang dewasa. Orang tua hendaknya menyadari bahwa dunia anak jauh berbeda dengan orang dewasa. Jadi, ketika menetapkan apakah perilaku anak dinilai salah atau benar, patuh atau melanggar, jangan pernah menggunakan tolok ukur orang dewasa. Harus diakui, orang tua yang habis kesabarannya sering membentak dengan kata-kata yang keras bila anak-anak menumpahkan susu di lantai, terlambat mandi, mengotori dinding dengan kaki, atau membanting pintu. Sikap orang tua tersebut seperti polisi menghadapi penjahat. Sebaliknya, orang tua sering lupa untuk memberikan perhatian positif ketika anak mandi tepat waktu, menghabiskan susu dan makanannya, serta memberesi mainannya. Padahal seharusnya, antara perhatian positif dengan perhatian negatif harus seimbang.

Picture
PENGARUH TERHADAP ANAK

Anak-anak yang sering diberi perhatian negatif, apalagi dengan teguran keras atau bentakan, akan mudah tertekan jiwanya. Kemungkinan ia bisa berkembang menjadi anak yang:


- Minder
Bila anak selalu dicela dan dibentak, dan tak pernah menerima perhatian positif saat ia melakukan kebaikan, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri atau minder. Akan tertanam dalam jiwanya bahwa ia hanyalah anak yang selalu melakukan kesalahan, tidak pernah bisa berbuat kebaikan atau menyenangkan orang lain. Akibatnya, ia sering ragu-ragu atau tidak percaya diri untuk melakukan atau mencoba sesuatu karena takut salah. Misalnya, ia jadi tidak pede untuk mengaji atau membaca Al-Quran, gara-gara orang tuanya selalu membentaknya bila mendengar bacaannya salah.


-Cuek/ tidak peduli
Anak yang selalu dibentak juga bisa berkembang menjadi anak yang cuek dan tidak peduli. Akibat sudah terlalu sering menerima bentakan, ia malah jadi apatis, tidak peduli. Ia pun sering mengabaikan nasihat orang tuanya. Mungkin saat dibentak atau dimarahi ia terlihat diam mendengarkan, tapi sesungguhnya kata-kata orang tuanya hanya dia anggap angin lalu. Masuk ke telinga kanan lalu keluar lewat telinga kiri.


- Tertutup
Orang tua yang temperamental dan suka membentak, tentu akan menakutkan bagi anak. Ya, anak menjadi takut pada orang tuanya sendiri, sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang tertutup. Ia tak pernah mau berbagi cerita dengan orang tuanya. Buat apa berbagi kalau nanti ujung-ujungnya ia akan disalahkan? Dengan demikian, komunikasi antara orang tua dan anak tidak bisa berjalan lancar. Hal ini tentu berbahaya, karena bila menghadapi masalah dan hanya disimpan sendiri, jiwa anak bisa sangat tertekan.


- Pemberontak/ penentang
Anak yang bersikap menentang bisa digolongkan dalam 3 tipe. Pertama, tipe penentang aktif. Mereka menjadi anak yang keras kepala, suka membantah dan membangkang apa saja kehendak orang tua. Mereka marah karena merasa tidak dihargai oleh orang tua. Untuk melawan jelas tak bisa, karena ia hanya seorang anak kecil. Maka ia pun berusaha menyakiti hati orang tuanya. Ia akan senang bila melihat orang tuanya jengkel dan marah karena ulahnya. Semakin bertambah emosi orang tua, semakin senanglah ia. Kedua, tipe penentang dengan cara halus. Anak-anak ini jika diperintah memilih sikap diam, tapi tidak juga memenuhi perintah. Sebagaimana Abid yang disuruh mandi oleh ibunya, tapi tak juga mau beranjak dari tempatnya bermain. Saat ia ditinggalkan sendiri di kamar mandi pun, ia tidak segera mandi, malah bermain air atau kapal-kapalan. Ketiga, tipe selalu terlambat. Anak seperti ini baru mengerjakan suatu perintah setelah terlebih dahulu melihat orang tuanya jengkel, marah, dan mengomel atau membentak-bentak karena kemalasannya.. Misalnya Angga yang belum mau beranjak dari tempat tidurnya bila belum dibentak atau diomeli ibunya.


-Pemarah, temperamental dan suka membentak
Anak sering meniru sikap orang tuanya. Bila orang tua suka marah atau ‘main bentak’ karena sebab-sebab sepele, maka anak pun bisa berbuat hal yang sama. Jangan heran bila anak yang diperlakukan demikian, akan berlaku seperti itu terhadap adiknya atau teman-temannya.


BAGAIMANA MENUMBUHKAN KEPATUHAN?

Setelah jelas bila bentakan tidak efektif untuk menumbuhkan kepatuhan, bahkan berpengaruh negatif bagi kepribadian anak, lalu bagaimanakah cara yang baik untuk menumbuhkan kepatuhan?


- Beri penjelasan pada anak
Jelaskan pada anak dengan bahasa yang ia mengerti, mengapa suatu hal diperintahkan dan hal lain dilarang. Jangan sekali-sekali memberi keterangan dusta dalam hal ini.


- Perintahkan sebatas kemampuannya
Perintah di luar kesanggupan dan kemampuan anak justru bisa menyebabkan krisis syaraf (neurotic) dan buruk perangai. Ada pepatah mengatakan, “Jika engkau ingin ditaati, maka perintahkanlah apa yang dapat dipenuhi.” Sebaiknya perintah itu dibagi-bagi dan tuntutan pelaksanaannya pun bertahap. Untuk mengetahui sampai di mana batas kemampuan anak sesuai perkembangan usianya, diperlukan pengetahuan tersendiri. Sebaiknya orang tua memahami perkembangan anak ini.


- Tidak berdusta atau menakut-nakuti
Kadang orang tua mengatakan akan membelikan ini atau itu jika anak mematuhi perintahnya, tapi ternyata setelah anak patuh, orang tua tidak menepati janjinya. Itu berarti orang tua berdusta, dan bisa jadi anak tidak akan percaya lagi pada orang tuanya. Kedustaan seperti ini harus dihindari. Selain itu, orang tua juga sering menakut-nakuti anak dengan sesuatu yang seharusnya berguna baginya. Itu dilakukan karena ingin anaknya segera memenuhi perintah mereka. Misalnya menakut-nakuti anak dengan dokter, suntikan dan sebagainya. Ketakutan anak pada hal-hal tersebut bisa terbawa hingga ia dewasa.


- Jangan bertentangan dengan naluri anak
Gharizah atau naluri adalah kekuatan terpendam dalam diri manusia yang mendorongnya untuk melakukan beberapa pekerjaan tanpa berlatih terlebih dahulu. Janganlah orang tua melarang anak bermain, atau membongkar dan memasang sesuatu. Jangan pula melanggar kebiasaan anak kalau tidak ingin mereka menggunakan jerit tangis sebagai senjatanya. Lebih baik gharizah itu diarahkan sedemikian rupa sehingga anak bisa mengatur dirinya sendiri. Misalkan diberi perintah, “TPA nanti mulai ba’da asar lho, sekarang kan udah setengah tiga. Adik udah aja ya mainnya, dilanjutin besok aja, sekarang mandi dulu, kan udah mau adzan…”. Ungkapan itu tidak melarang anak bermain, dan tidak melanggar kebiasaan mereka bermain di tengah hari. Pemberian ‘masa terbatas’ ini dimaksudkan agar anak bisa mengatur jadwal kegiatannya sendiri, dan akan sangat menolong untuk melatih anak disiplin waktu. Selain itu mereka merasa dianggap mampu untuk mengatur dirinya sendiri tanpa harus didikte begini dan begitu.


 

 
Picture
[Raka Pamungkas].-Penelitian yg dilakukan Virginia Satir,seorang terapis keluarga dari AS membuktikan bahwa manusia memang butuh minimal 4x pelukan per hari utk bertahan hidup,8 pelukan supaya tetap sehat,dan 12x pelukan jika ingin terus tumbuh..sehari penuh dg pelukan..siapa yg tidak senang?

nevia